Kekhawatiran

Ya Rabb...

Sudah dekat waktunya untuk melengkapi separuh diin...

&ketika orang lain menyambut dengan suka cita,

mengapa kekhawatiran hamba justru bertambah?

Tidak...

Hamba tidak mengkhawatirkan hari yang sudah ditetapkan tersebut...

Bukankah semaraknya, riuhnya, hiruk pikuk-nya hanya sesaat?

Bukankah semua itu hanya kemasan semata...?

Jika boleh memilih, hamba ingin akad pernikahan seperti saat Rasulullah menikahi Zainab... begitu sederhana & bersahaja...

Fuuwh...

yang hamba khawatirkan adalah setelah hari kami berjanji pada-Mu...

Hari ketika perjalanan sesungguhnya dimulai...

Dalam hati terus mengusik...

Apakah hamba bisa menjaga niat ini teguh hanya untuk beribadah padaMu?

Apakah hamba bisa menjadi istri sholihah yang mengabdi dengan ikhlas pada suami?

Apakah hamba bisa menjadi anak yang tetap berbakti pada orang tua, pada mertua?

Apakah hamba bisa menjadi madrasah terbaik untuk anak – anak kami, jika Engkau berkenan menitipkan?

Ya Allah... hamba khawatir...

Bukankah semua itu akan ditanyakan di hari nanti?

Ya Rabb... yang hamba tuju adalah ridha-Mu...

&hamba-Mu ini begitu lemah, rapuh, kecil, penuh khilaf...

Engkaulah yang Maha Penyayang... Engkaulah yang Menguatkan...

Engkau yang Memberi Petunjuk... Engkau pula yang Menurunkan Ketenangan dalam hati...

Ya Rabb... bimbinglah kami dalam perjalanan ini...

Jadilah cahaya terang yang terus menyala dalam hati...

Hingga ketika akhirnya pulang pada-Mu... Engkau berkenan menyambut dengan senyum yang abadi...

Comments

  1. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan cintaku padamu Q,, hehehe...

    Kenapa gak dibalik aja pertanyaannya, apakah seseorang yang nantinya akan menikah dengan kita cukup pantas untuk menerima 'pengabdian' dari kita...? (oh I hate that word)

    Apakah seseorang yang nantinya menikah dengan kita cukup layak untuk menjalani niat tulus bersama kita? Sementara kita tidak benar2 tau pasti seberapa besar ketulusannya.

    Ketika hal itu menyangkut kapabilitas diri sendiri, sepertinya itu tidak layak untuk disematkan sebuah label kekhawatiran. Kekhawatiran pada diri sendiri akan mengarahkan kita pada keraguan. Keraguan terhadap diri sendiri? ITU BENCANA! Apa jadinya kalau kita lebih yakin pada orang lain daripada diri sendiri???

    Eh, aku egois ya? Ah, gak juga. Aku gak memang menganggap pernikahanku (yg masih bbrp bulan lagi) sebagai momen pertambahan kewajiban, tapi bukan penghilangan hak.

    Aku gak mau terlalu muluk2 menginginkan pernikahan seperti yg dilakukan nabi Muhammad dengan Zainab, Khadijah, atau siapapun itu. Gak realistis, bahkan aku gak tau pernikahan mereka seperti apa.

    Ada juga yg bilang kalau pernikahan itu yg terpenting adalah perjalanan setelahnya. Ah, kalau menurutku sih penting semua.

    Anyway, maaf kalau kali ini kita tidak sepaham, hehehe...

    ReplyDelete
  2. Eh,, ada ralat sedikit,,
    Baris ke sepuluh, "Aku gak memang menganggap pernikahanku........", harusnya "Aku memang menganggap pernikahanku" (kata2 'gak'-nya dihilangin, hahaha... maklumlah masih ngantuk)

    ReplyDelete
  3. on marriage, what I can do is just doing what the best I can. how about u?

    ReplyDelete
  4. Qq,, jika hati sudah mantap memilih, tidak akan ada perjalanan setelahnya yang tidak bisa dihadapi dan dilewati, seberapapun sulitnya itu.
    So why worry about tomorrow,,=)

    ReplyDelete
  5. @Widz : hehe... i appreciate your opinion hunny, jadi masukan untuk qq.. beberapa sudah kujelaskan saat kencan kmarin & ada yg mau kujelaskan via inbox yah... :*

    @Tiara : i'll do the best too insya Allah. Thank u, nduk... ;)

    @Mayang : nice words, dear...as always. Yep, insya Allah,, mungkin kekhawatiran yg wajar menjelang suatu langkah yg cukup besar ;)

    ReplyDelete
  6. Wah mbak kiki...judule lite up pure heart kok blognya dark gloomy gini si...foto mbak kiki juga kayak lagi nangis...ehehe..tapi desainnya bagus juga mbak iki sing template opo to??

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts